Kamis, 13 Oktober 2016

"Komunikasi Ilmiah Sebagai Sarana Penyebaran Pengetahuan"

      Pada dasarnya manusia merupakan makhluk yang diciptakan secara unik karena diberikan perbedaan dengan makhluk ciptaan-Nya yang lain. Manusia dikaruniai dan diberikan akal pikiran dan rasa ingin tahu yang digunakan untuk berpikir terhadap sesuatu di sekitarnya. Pikiran manusia inilah yang menimbulkan rasa ingin tahu dan akan terus mengalami perkembangan selama manusia tersebut memanfaatkannya dan mengasahnya.
     Dalam sarana ilmiah yang merupakan alat untuk membantu kegiatan ilmiah, bahasa merupakan salah satu sarana dan berpengaruh karena mengingat bahasa merupakan sebuah alat berkomunikasi. Hal ini digunakan dalam proses berpikir itu sendiri dan untuk mengkomunikasikan pengetahuan yang didapat kepada pihak lain. Sebagai manusia yang tidak dapat hidup sendiri atau lebih dikenal sebagai mahluk sosial, manusia itu saling membutuhkan dan harus berkomunikasi dengan yang lain. Komunikasi yang dilakukan ini adalah suatu upaya untuk menyatakan atau menyampaikan informasi dan lain-lain agar dapat dipahami dan diketahui oleh orang lain. Dan proses komunikasi dapat dikatakan efektif jika pesan atau informasi yang akan disampaikan oleh seorang komunikator sama dengan yang didapatkan oleh komunikan.
       Mari terlebih dahulu kita mengetahui apa itu komunikasi ilmiah. Menurut Priyanto (2016) bahwa komunikasi ilmiah merupakan sistem yang menghasilkan pengetahuan melalui penemuan dan kerjasama (collaboration). Sedangkan menurut Prahastuti (dalam Siswadi, 2009) menjelaskan tentang asal kata komunikasi ilmiah berdasarkan pendapat Corea. Diijelaskan bahwa komunikasi berasal dari kata latin "communicare" yang artinya membuat jadi biasa, berbagi, mengimpor dan mentranmisikan dan selanjutnya dari kata ini muncul kata communication, communicate, communicator dan sebagainya. Sedangkan istilah ilmiah (scholarly atau scientific) umumnya digunakan untuk kegiatan yang berhubungan dengan penelitian atau investigasi, khususnya dalam lingkungan ilmuwan dan peneliti.
Komunikasi ilmiah juga mempunyai beberapa fungsi. Menurut Kirez (dalam Prahastuti, dalam Siswadi, 2009) tentang beberapa fungsi komunikasi ilmiah:
  1. Fungsi sertifikasi yang berhubungan dengan pengesahan kualitas penelitian dan standar ilmiah di dalam program penelitian;
  2. Fungsi registrasi/pendaftaran yang menghubungkan penelitian tertentu dengan ilmuwan individu yang kemudian mengklaim prioritas untuk penelitian tersebut. Fungsi ini berhubungan erat dengan perlindungan kepemilikan, sistem penghargaan, dan pada jangkauan yang luas akan mempengaruhi dinamika sosial dalam sistem;
  3. Fungsi kesadaran yang mengarah pada kebutuhan informasi;
  4. Fungsi pebgarsipan, fungsi ini berhubungan dengan penyimpanan dan aksesibilitas informasi.
Bahkan di komunikasi ilmiah juga mempunyai komponen yang berhubungan dan berkaitan erat. Komponen players dalam sistemnya (scholarly communication system): (Priyanto, 2016)
  1. Authors
  2. Editors
  3. Publishers
  4. Distributors
  5. Librarians, dan
  6. Readers
        Apalagi di era serba teknologi informasi seperti ini, komunikasi ilmiah juga berkembang lebih modern dan langsung bisa diakses. Untuk mencapai komunikasi ilmiah yang baik, sebaiknya seorang ilmuwan dapat menyampaian hasil penelitian dan dibutuhkan beberapa persyaratan. Chadorow (dalam Siswadi, 2009) mengungkapkan hal ini dalam sistem komunikasi ilmiah di bidang kesehatan.
  1. Situs (website) yang diperuntukkan untuk diskusi ilmiah dimediasikan oleh  seorang moderator (gatekeepers). Fungsi moderator dapat mengontrol jalannya diskusi di antara kelompok kepentingan;
  2. Sistem memerlukan dukungan biaya dengan batas kebutuhan khususnya untuk peserta komersial. Kondisi ini dapat dikaitkan dengan biaya infrastruktur dan juga langgana online jurnal;
  3. Sistem memerlukan dukungan cara untuk tulisan ilmiah dalam format catalog elektronik yang dapat dimanfaatkan sebagai rujukan dan juga untuk pelestarian bagi generasi selanjutnya. Hal ini dapat dalam bentuk digital file yang diakses melalui sarana penelusuran elektronik dalam hal ini OPAC (online public access catalog)
  4. Sistem memerlukan satu cara untuk jalur kontribusi para ilmuwan  dan mungkin dalam bentuk praktek secara bertahap. Ini penting agar komunikasi tidak putus di tengah jalan.
Digitalasi membawa perubahan besar untuk komunikasi dalam proses penelitian dan publikasi (Giersberg, 2014). Dalam wawancara Giersberg kepada Lambert Heller menjelaskan bagaimana perpustakaan sains mengiringi perkembangan ini. lalu apa perkembangan terpenting dalam komunikasi ilmiah modern?
     "Sejak ada Internet, para ilmuwan mengumumkan hasil penelitian mereka online. Itu bukan saja     mempercepat dan menyederhanakan komunikasi para ilmuwan di antara mereka, tetapi juga mengubah pola komunikasi dunia. Informasi seputar kerja kaum ilmuwan kini dapat diketahui secara luas. Selain itu, kita bisa mengamati bahwa batas antara kerja para ilmuwan dan kerja kalangan awam berminat telah menjadi kabur dalam lima sampai sepuluh tahun terakhir. Association for Psychological Science, misalnya, secara eksplisit meminta para anggotanya untuk ikut menulis di Wikipedia. Dan para blogger ilmiah pun – yang biasanya berlatar belakang akademis, tetapi tidak melakukan penelitian sendiri – merupakan contoh yang bagus" (Heller, 2014)

     Jika dikaitkan dengan perpustakaan sebagai suatu unit kerja yang berisi bahan pustaka untuk mencari sumber informasi sebaiknya mendukung komunikasi ilmiah itu sendiri. Digitalisasi sangat berpengaruh dan membawa perubahan besar bagi perpustakaan.Di jaman canggih sekarang ini perpustakaan sebaiknya bisa untuk mengembangkan kemampuan dalam menyebarkan, menerbitkan dan mengumpulkan informasi untuk membangun perpustakaan yang lebih maju. Lewis (dalam Siswadi, 2009) menjelaskan bahwa perpustakaan dapat berperan dalam komunikasi ilmiah dengan melalui melalui beberapa cara berikut ini:
  1. Digitalisasi koleksi khusus. Saat ini beberapa perpustakaan perguruan tinggi sudah melakukan digitalisasi koleksinya dan hasilnya dapat diakses dengan mudah;
  2. Membangun tempat penyimpanan (repositories) yang menyediakan akses dan mengarsip data serta dokumen digital yang dihasilkan dari karya-karya hasil penelitan dan untuk kepentingan perguruan tinggi tersebut.
  3. Menyedikan infrastruktur untuk publikasi dengan akses terbuka (open access), khususnya akses ke jurnal ilmiah. Untuk kegiatan ini berhubungan erat dengan penerbit universitas, tetapi apabila penerbit universitas tidak melakukannya maka hal tersebut dapat dikerjakan sendiri tanpa campur tangan mereka.
      Jadi dengan seiring perkembangan jaman yang semakin modern perpustakaan sebaiknya didukung teknologi informasi supaya lebih nyaman dalam mencari, mendistribusikan serta berkomunikasi antar individu maupoun penyebaran informasi atapun pengetahuan.


Sumber:

Giersberg, Dagmar. 2014. Komunikasi Ilmiah: Layanan Untuk Ilmu Pengetahuan 2.0 <https://www.goethe.de/ins/id/id/kul/mag/20440896.html> Diunduh tgl 11 Oktober 2016

Kebutuhan dan Perilaku Pencarian Informasi, Komunikasi Ilmiah, Open Access dan Perkembangannya. sesi 7 disampaikan pada Perkuliahan MK Isu-Isu Kontemporer Informasi MIP UGM Rabu, 22 September 2016 oleh Dr.Ida Fajar Priyanto,Ph.D

Siswadi, Irman. 2009. Perpustakaan Sebagai Mata Rantai Komunikasi Ilmilah (Scholarly Communication). Majalah Visi Pustaka, Edisi Vol. 11, No. 1. April 2009. <http://www.perpusnas.go.id/magazine/perpustakaan-sebagai-mata-rantai-komunikasi-ilmilah-scholarly-communication/> Diakses tgl 10 Oktober 2016

Kamis, 06 Oktober 2016

Information Overload

      Jaman sekarang ini di era informasi yang berkembang begitu cepat, informasi selalu ada dimana-mana dan menyebar dalam hitungan detik. Apalagi ditambah dengan kemajuan teknologi informasi dan internet yang sangat pesat. Informasi yang telah berkembang dan menyebar dengan cepat ini dapat menyebabkan banyak informasi yang diterima oleh individu atau seseorang.
    Jadi, sebenarnya apakah kalian sebagai pencari informasi selama ini sadar bahwa sedang menghadapi keadaan yang disebut information overload? Pasti ada yang kesulitan memilih informasi yang dibutuhkan, membuang-buang waktu berjam-jam di depan PC atau gadget yang terkoneksi dengan internet. Ketika ada seseorang ingin mengetahui tentang sesuatu yang dia butuhkan, maka orang itu akan segera mencari apapun yang berkaitan tentang hal tersebut dari berbagai sumber. Kebetulan teknologi informasi dan internet sedang berkembang pesat dan mudah digunakan. Sehingga membuat orang tersebut langsung mencari sumber informasinya di internet tersebut dengan menggunakan gadget atau apapun yang bisa terkoneksi dengan internet.

         "No matter how productive our intentions appear to be, we might not be as good at multitasking as we may think. One explanation reveals why the human brain can only manage two tasks at once". (Gaille, 2013)

Banyaknya informasi yang didapatkan dari berbagai sumber bisa menyebabkan adanya information overload. Information overload ini maksudnya yang terjadi pada seseorang yang multitasking dalam mencari kebutuhan dan saking terlalu banyaknya informasi yang ditangkap sehingga sulit untuk mengolahnya. Information overload juga memiliki beberapa arti (Priyanto, 2016):
  1. Terlalu banyak dijejali informasi
  2. Tidak mengerti/ paham dengan informasi yang ada
  3. Desperate untuk tahu apakah informasinya ada
  4.  Tidak tahu dimana mendapatkan informasi
  5. Tidak dapat mengakses informasi
       Dengan terjadinya information overload di era kemajuan teknologi ini, kita sebagai pencari informasi lebih dituntut untuk dapat memilih-milih dan memilah informasi yang bertebaran akibat kemajuan teknologi informasi. Supaya nantinya informasi tersebut berguna dan bermanfaat bagi kita. Jangan sampai semua informasi kita telan dengan mentah-mentah. Dan dengan memilih informasi, kita juga dapat memfilter (menyaring) informasi tersebut yang nantinya dapat digunakan sehingga, kita tidak kesulitan dalam mengolahnya.


Sumber:

Gaille, Brandon. 2013. The Psychology of Multitasking and Information Overload: Digital Stress &           Your Brain. <http://brandongaille.com/the-psychology-multitasking-and-information-overload>         Diakses online pada Hari Minggu, 2 Oktober 2016,

Priyanto, Ida Fajar. 2016. Memory, Cognition & Disruptive Technology. Sesi V & VI disampaikan             pada Perkuliahan Isu-Isu Kontemporer Informasi, MIP UGM Kamis, 8 September 2016 &                   Kamis, 15 September 2016.


Senin, 19 September 2016

Fenomena Generasi C

Gambar 1
Seorang anak yang sedang menggunakan gadget
   Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) membawa perubahan yang besar dalam berbagai kehidupan. Terutama kemajuan di bidang komputer dan internet telah mempercepat terjadinya perubahan yang besar pada individu-individu dalam berkomunikasi, mencari serta bertukar informasi. Jaman sudah berubah sudah tidak seperti dahulu sebulum teknologi booming seperti sekarang ini. Perubahan yang sangat cepat ini membawa dampak yang luar biasa terhadap segala hal dan informasi yang ada. Terjadilah perubahan-perubahan sosial yang dikarenakan oleh teknologi itu sendiri. Bisa dikatakan seperti teknologi itu menjauhkan yang dekat dan menjadikan yang dekat seperti jauh. Tapi semua itu kembali tergantung dari penggunanya. Era digital membuat perilaku berubah, kini manusia sudah jarang bertatap muka secara langsung atau fisik. Hal ini juga mendorong gaya baru atau perubahan dari semua kehidupan. Di era digital seperti sekarang ini yang apa-apa serba digital dan semua tersambung dengan internet telah melahirkan Generasi C. Dibawah ini ada gambar survey dari APJII tentang pengguna digital di Indonesia pada bulan Januari 2016.
Gambar 2
Digital in Indonesia
Terlihat jelas dari seluruh total penduduk di Indonesia dari 259.1 juta telah menggunakan intenert secara aktif sebesar 88.1 juta, lalu penggunga aktif sosial media sebesar 79.0 juta, handphone yang selalu terhubung sebesar 326.3 juta, dan pengguna aktif sosial di handphone sebesar 66.0 juta. Ini menunjukkan angka pengguna yang terhubung ke internet di Indonesia sangatlah besar. Dikarenakan bisa setiap individu mempunyai dan menggunakan gadget lebih dari satu.
    Generasi C sendiri adalah mereka yang selalu terhubung dan terbiasa dengan teknologi informasi dan selalu menggunakan perangkat, serta tidak memandang umur. Anak-anak, remaja, dewasa, maupun tua mereka selalu terhubung ke internet dan menggunakannya. Mereka sangat aktif dan partisipatif menjelajah dunia online baik lewat komputer maupun ponsel.  Dikarenakan generesai C ini sifatnya yang terhubung dan terekspose oleh jaringan informasi, maka mereka sangat cepat berubah mengikuti arus informasi yang diterima. Maklum saja mereka tak hanya fanatik pada satu sumber informasi saja.
    Menurut Priyanto (2016) Generasi C ini bisa timbul karena beberapa hal yaitu karena atas respon masyarakat atas teknologi informasi, the need to connect (mereka mempunyai kebutuhan untuk terkoneksi, the need to collaborate (mereka membutuhkan untuk berkolaborasi), dan pengaruh dari Digital Darwinism. Generasi C ini juga membuat apa yang dulu dianggap sebuah privasi dan personal sekarang menjadi terbuka dan menjadi konsumsi publik. Bila zaman dulu orang selalu curhat di buku harian yang sangat rahasia lengkap beserta dengan gemboknya, namun kini semua serba terbuka.  Mmereka bebas menulis apa saja yang didengar, lihat, dan dirasakan. Mau opini, curhat, soal asmara, rumah tangga, semua ditulis. Semakin dilihat orang, semakin ditanggapi, maka akan makin bangga. Tak cukup hanya di sini, masih dilengkapi dengan foto dan rekaman video. Apalagi narsis? mereka memang narsis. Mungkin dulu makan ya tinggal makan tak perlu ini itu namun kini rasanya hari itu belum lengkap bila tak up-date status. Ini masalah eksistensi, ini adalah soal panggung kehidupan, semua bebas mewarnainya. Generasi C selalu dibentuk oleh content dan sangat kecanduan jejaring sosial. Suka sibuk sendiri, multi tasking, jauh tapi dekat, dekat tapi sebenarnya jauh. Jadi jangan heran bila sekarang ini kita sering melihat lawan bicara kita yang terkadang tak konsen dengan apa yang kita bicarakan saat itu juga karena dia sedang asyik sendiri. Tangan dan matanya selalu tak lepas dari gadgetnya. Dunia digital tanpa sengaja menyeret penggunanya untuk menciptakan dunianya sendiri.
Selain itu terdapat pula ciri-ciri dari Generasi C: (Priyanto, 2016)

  • Hyper connected
  • Constantly researching for information
  • Information overload and short attention spans
  • Distrust of brand messages and traditional advertising
  • Influenced by peer reviews and key influencers
  • Part of a community/tribe
  • Like to share
  • High expectations -expect brands to engage not broadcast
  • They are in control and they know it
  • Intelligent and make informed decisions based on the value of online content and the online customer experience
  • Narcissistic? Yes –to some extent but not all

Sumber:

Gambar  1 <http://www.greenbookblog.org/wp-content/uploads/2013/09/digital-native-def.jpg>

Gambar 2 Cahyani, Mufida, Futri Fuji Wijayanti, dkk. 2016. Parenthink di Era Generasi Menunduk. <https://www.academia.edu/25254285/PARENTHINK_DI_ERA_GENERASI_MENUNDUK_OLEH_MUFIDA_CAHYANI_FUTRI_FUJI_WIJAYANTI_MIFTAKHUL_RESTI_LARAS_GILANG_PARINDRA> Diunduh tgl 8 September 201

Kualitas, Nilai, dan Metriks Informasi. sesi 4 disampaikan pada Perkuliahan MK Isu-Isu Kontemporer Informasi MIP UGM Kamis, 8 September 2016 oleh Dr.Ida Fajar Priyanto,Ph.D

Kamis, 08 September 2016

Teknologi Informasi Membentuk Masyarakat Jejaring (Network Society)

      Dengan seiring kemajuan jaman dan teknologi yang semakin canggih, dimana perkembangan teknologi informasi memberikan kebebasan dan keleluasan dalam mengakses segala hal dan menghapus sekat-sekat atau batasan yang ada. Teknologi informasi ini memunculkan sebuah transformasi sosial di masyarakat. Menurut Sujono (2013) pada network society yang berlaku adalah logika jejaring, di dalamnya terjadi relasi komunikasi yang membentuk budaya baru dengan memanfaatkan teknologi berparadigma informasi. Pemanfaatan teknologi informasi oleh individu ini mendorong terbentuknya jejaring teknologi informasi. Sebuah keadaan yang membawa pada perubahan multidimensi: bidang ekonomi, politik, sosial maupun budaya.
      Menurut Priyanto (2016) masyarakat jejaring  (network society) merupakan bentuk struktur sosial, yang muncul sebagai karakteristik dari era informasi dan mengacu pada periode sejarah dimana manusia melakukan kegiatan dalam paradigma teknologi informasi. Masyarakat jejaring, sebuah konsep dimana masyarakat telah berjejaring dan memanfaatkan media sosial. Dengan berjejaringnya masyarakat tersebut dengan media sosial, kini pun terbantu dengan adanya koneksi berbasis internet. Hal ini merupakan fenomena yang dimana perkembangan teknologi informasi mampu mengalihkan bentuk-bentuk interaksi langsung ke arah tidak langsung. Pada jaman dulu sebelum teknologi dan internet boming, interaksi antar masyarakat hanya berdasarkan fisik atau secara langsung saling bertemu. Hingga pada akhirnya perkembangan teknologi informasi dapat menghapus sekat atau batasan tersebut. Akibatnya, dengan hilangnya sekat-sekat yang ada dengan teknologi informasi ini seseorang dapat berjejaring dengan siapa saja, dimana saja dan kapan saja.   
     Menurut pandangan Castells, teknologi komputer dan aliran informasi telah mengubah dunia bahkan hingga menimbulkan permasalahan pada bidang sosial, ekonomi, dan budaya. Istilah informasionalisme yang dijelaskan oleh Castells adalah suatu mode perkembangan dimana sumber utama produktivitas terletak pada optimalisasi kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi berbasis pengetahuan dan informasi. Jadi, tidak hanya bardasarkan pada kekuatan modal. Pada dasarnya memandang sebuah informasi dan pengetahuan memainkan peranan penting dalam kepengelolaan kota. Menurut Castells (2000) dalam Rahma (2014), bahwa penerapan pengetahuan (knowledge) dan informasi menghasilkan suatu proses inovasi teknik yang sifatnya akumulatif serta berpengaruh signifikan terhadap organisasi sosial. Sehingga perkembangan masyarakat diakhir abad ke-19 yang dipengaruhi oleh perkembangan informasi dan teknologi informasi disebut sebagai masyarakat jaringan (network society).
    Castells melalui konsepnya tentang masyarakat jaringan (network society) mengembangkan konsep Daniel Bell pada awal tahun 1970-an. Berawal dari adanya revolusi informasi di Amerika pada tahun 1970-an mengakibatkan terjadinya perubahan luar biasa pada pengelolaan dan peran informasi, melahirkan restruksturisasi fundamental pada sistem kapitalis yang disebut sebagai “kapitalisme informasional”. Selanjutnya dari sinilah  muncul istilah “masyarakat informasi”. Kedua istilah diatas muncul didasarkan pada “informasionalisme”. Perkembangan masyarakat pada abad ke-19 yang dipengaruhi oleh perkembangan informasi dan teknologi informasi disebut sebagai masyarakat jaringan atau yang lazim disebut sebagai network society (Rahma Sugihartati, 2014:61).
       Dengan adanya jaringan (network) ini memungkinkan komunikasi berjalan kesemua arah, pada level struktur manapun, tanpa perlu diwakilkan. Produktivas dan efisiensi kerja organisasi satu institusi akan semakin berkembang pesat dengan adanya perkembangan teknologi informasi dan jaringan informasi. Dengan adanya jaringan ini, maka seyogyanya pemberdayaan masyakarat informasi dapat dilakukan ke semua lapisan masyarakat, pada level struktur mana saja, dimanapun dan kapanpun. Jaringan menjadi hal penting karena dengan adanya jaringan setiap individu berhubungan satu sama lain, saling terbuka, mampu berkembang, dinamis dan mampu bergerak ke arah yang lebih baik. Adanya jaringan ini juga membuat kapitalisme semakin mendunia dan teroganisasi.



Daftar Pustaka

Castells, Manuel.1996. The Rise of The Network Society (The Information Age: Economy, Society, and Culture). London:Willey-Blackwell

Informasi-Culture, Knowledge, and Social Informatics sesi 3 disampaikan pada Perkuliahan MK Isu-Isu Kontemporer Informasi MIP UGM. Kamis, 1 Agusus 2016 oleh Dr.Ida Fajar Priyanto,Ph.D
Sugihartati, Rahma.2014.Perkembangan Masyarakat Informasi & Teori Sosial Kontemporer. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group

Sujono, Firman Kurniawan. 2013. Manusia dalam Masyarakat Jejaring Telaah Filsafat Pemikiran Manuel Castells Tentang Abad Informasi. Disertasi. Universitas Indonesia Fakultas Ilmu Budaya. <lib.ui.ac.id/unggah/?q=system/files/node/2012/2/firman.kurniawan/firman_kurniawan_sujono-disertasi-fakultas_ilmu_budaya-naskah_ringkas-2013.docx> diakses pada 6 September 2016

Masyarakat Jejaring. <http://focus.fisipol.ugm.ac.id/courses/FisipolUGM/SPD8230/20142/about> diakses pada 6 September 2016

Kamis, 25 Agustus 2016

Persepsi Informasi

Setiap orang mempunyai kemampuan kognitif untuk mengolah sebuah informasi yang diperoleh dari lingkungannya melalui indera yang dimiliki. Dan ini akan membuat sebuah persepsi terhadap apa-apa yang dilihat atau dirasakannya, serta berpikir untuk memutuskan apa yang akan dilakukan. Setiap manusia pun mempunyai persepsi yang berbeda-beda dan mengartikannya dengan bermacam-macam sesuai dengan pengalamannya.
Jadi apa itu persepsi? Persepsi Secara etimologis, persepsi atau dalam bahasa Inggris perception berasal dari bahasa latin perception dari percipere yang artinya menerima atau mengambil. Persepsi menurut proses mengenali, mengorganisasi, dan menginterpretasi informasi (Priyanto, 2016). Proses persepsi sendiri diawali dari visual perceptual processing - interactions - pattern recognition seperti pada gambar dibawah ini,

Persepsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu. Proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui pancaindranya. Sedangkan menurut (Sobur, 2003:445) persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu. Sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu (Sobur, 2003:445).
     Persepsi seseorang terhadap objek dapat berbeda dengan orang lain. Dan perbedaan persepsi informasi tersebut terkadang membuat kesalahpahaman informasi. Errors dalam system informasi meningkatkan ketidakpastian tentang kejadian sebelumnya bagi pembuat keputusan. Ketidakpastian semacam meningkat jika pembuat keputusan tidak sepenuhnya memahami sinyal yang diterima. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor. Misalnya seperti pengalaman yang pernah dialami oleh kita, perasaan atau prasangka, keinginan, sikap ataupun tujuan. Persepsi yang tidak benar cenderung terjadi pada informasi yang kurang diketahui (unfamiliar information) dan pembuat keputusan tidak yakin dengan apayang dimaksudkan (Priyanto, 2016). Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi pada dasarnya dibagi menjadi 2 yaitu faktor internal dan faktor eksternal. menurut Thoha (2003: 154), terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang adalah sebagai berikut,
a. Faktor internal: perasaan, sikap dan kepribadian individu, prasangka, keinginan atau harapan, perhatian (fokus), proses belajar, keadaan fisik, gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga minat, dan motivasi.
b. Faktor eksternal: latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh, pengetahuan dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan gerak, hal-hal baru dan familiar atau ketidak asingan suatu objek.



Sumber:

http://kbbi.web.id/persepsi, diakses pada tgl 20 Agustus 2016

http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-persepsi-komunikasi-proses.html, diakses pada tgl 20 Agustus 2016

Kualitas, Nilai, dan Metriks Informasi. sesi 2 disampaikan pada Perkuliahan MK Isu-Isu Kontemporer Informasi MIP UGM Kamis, 11 Agusus 2016 oleh Dr.Ida Fajar Priyanto,Ph.D


Thoha, Miftah. 2003. Kepemimpinan Dalam Manajemen. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Rabu, 17 Agustus 2016

Atribut Nilai dan Kualitas Informasi


Kata informasi sudah tidak lagi asing di telinga kita. Setiap harinya kita selalu mendapatkan informasi. Informasi berada dimanapun dan kapanpun. Ada di mana-mana, di pasar, sekolah, rumah, lembaga, buku, koran, perpustakaan, gadget dan lain-lain. Bahkan bisa jadi dari saat kita bangun tidur pun kita sudah memperoleh informasi dari mana saja. Sumber informasi juga mempunyai peran penting bagi seseorang dalam bersikap atau mengambil sebuah keputusan.  Entah itu informasi yang penting dan diperlukan atau tidak. Menurut Widyawan (2014: 7) bahwa sumber informasi terdiri atas informasi primer, sekunder, dan tersier. Dan suatu informasi itu penting jika seseorang itu menganggap infromasi yang didapatkan sesuai dengan kebutuhannya. Informasi juga bisa mempunyai banyak arti dan berikut adalah beberapa pengertian informasi,
1. Cambridge Dictionary of Philosophy,
    Informasi adalah data yang telah diproses menjadi bentuk yang berarti bagi penerimanya.
2. Checkland and Scholes (1990), 303.
    Informasi sama dengan data beserta arti/makna.
3. Random House Dictionary
   Information, knowledge communicated or received concerning a particular fact or circumstance;          news
4. Informasi adalah rekaman suatu fenomena yang diamati, atau bisa juga berupa putusan-putusan yang dibuat seseorang (Estabrook, 1997: 245 dalam Yusup, 2014: 11)
    Apalagi di jaman sekarang yang serba digital dan semakin canggih, informasi selalu ada, terlalu banyak dan pada akhirnya membludak. Dari sekian banyaknya informasi yang muncul membuat suatu ledakan informasi yang harus diolah dan difilter atau disaring supaya kita pun tidak kebingungan dalam mencari informasi yang akurat dan tepat.
Menurut (Maulana, 2015) dalam blognya yang menjelaskan atribut nilai dan kualitas, bahwa terdapat 3 atribut yang digunakan agar informasi itu mempunyai nilai dan kualitas. Penjelasan dari Maulana tentang 3 atribut nilai dan kualitas ini juga seperti apa yang telah disampaikan dalam perkuliahan. Tiga atribut tersebut, yaitu:
1. Relevan (Relevancy)
    Sebuah sinyal hanya bisa disebut informasi yang RELEVAN jika sesuai dengan keputusan/ pikiran penerima. Relevan dimaksudkan apakah content dari informasi tersebut sudah sesuai dengan kebutuhan atau tidak. Jika informasi yang diterima dianggap penting dan bermanfaat berarti informasi tersebut sudah dianggap relevan bagi dirinya.
Misalnya jika kita sedang mencari informasi tentang desain perpustakaan dan kita menelusur dengan internet maka, di internet akan banyak yang menyebutkan tentang topik tersebut. Kemudian kita memilah-milah dan menyaring mana informasi yang benar-benar dibutuhkan. Jika sudah menemukan informasi yang sesuai tentang topik yang dicari maka kita telah menemukan informasi yang relevan.
2.  Waktu (Timeliness)
     -Waktu dimana sinyal diterima penting
     -Waktu penerimaan informasi bisa mempengaruhi keputusan selanjutnya
Waktu disini dimaksudkan disaat seseorang menerima informasi yang diterima. Karena dalam menerima informasi juga dibutuhkan timing yang tepat untuk mempengaruhi si penerima informasi tersebut.
Misalnya disaat informasi tentang jadwal kuliah yang kita tunggu ternyata penyampaian informasinya sangat mendadak, sedangkan rumahnya jauh dari kampus. Ini membuat si penerima yang awalnya memang berniat berangkat kuliah menjadi tidak ingin berangkat dikarenakan  jika dia berangkat ke kampus pun juga akan terlambat sekali dan waktu yang penyampaian informasi yang tidak sesuai membuat dia berubah pikiran.
3.    Akurat (Accuracy)
    Evaluasi tambahan informasi memerlukan spesifikasi keakuratan informasi tersebut. Keakuratan disini merupakan sebuah ketepatan dari content informasi yang diterima apakah bisa dipercaya atau tidak.
Misalnya kita sedang mencari tentang informasi di internet, banyak informasi yang keluar tentang itu. Dan kita memilih beberapa informasi dari internet dari blog si A, C, atau E dikarenakan kita tahu bahwa beberapa penulis blog ini adalah orang-orang yang memang ahli dan berkecimpung di dunianya.
     Karena setiap individu mempunyai kebutuhan informasi yang berbeda-beda maka, tidak ada seorang pun yang tidak membutuhkan informasi. Setiap orang membutuhkan informasi yang akurat, relevan, cepat dan mudah didapat. Dibutuhkan keterampilan dalam menemukan atau menelusur secara efektif untuk mendapatkan informasi di saat jumlah informasi berlipat ganda. Maka dari itulah kita harus pintar-pintar dalam mengelola informasi yang ada dan datang kapanpun kita berada. Kita juga harus bisa menyaring sebuah informasi yang benar-benar bermanfaat bagi diri kita.



Sumber:

Kualitas, Nilai, dan Metriks. sesi 2 disampaikan pada Perkuliahan MK Isu-Isu Kontemporer Informasi MIP UGM Rabu, 11 Agusus 2016 oleh Dr.Ida Fajar Priyanto,Ph.D

Maulana, Murad. 2015. 3 Atribut Nilai dan Kualitas. dilihat secara online <http://www.muradmaulana.com/2015/09/3-atribut-nilai-dan-kualitas-informasi.html>

Seminar on Information Issue. sesi I disampaikan pada Perkuliahan MK Isu-Isu Kontemporer Informasi MIP UGM Rabu, 10 Agusus 2016 oleh Dr.Ida Fajar Priyanto,Ph.D

Widyawan, Rosa. 2014. Agar Informasi Menjadi Lebih: Pengantar Pelayanan Kemas Ulang Informasi. Jakarta: Media Kampus Indonesia

Yusup, Pawit M., 2014. Ilmu Informasi, Komunikasi, dan Kepustakawanan. Jakarta: Bumi Aksara